Remembering how to adult without fear

About 2 months ago I was diagnosed with depression and low self-esteem. By diagnosed I mean that I explained my thoughts and behavioural patterns to my therapist, Sarah, a lovely woman, and she…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Stoika dan Retorikanya

Jurnal Pikiran

Ternyata ada korelasi antara teknologi dan kesehatan jiwa. Semakin canggih teknologi, semakin teramplifikasinya keresahan, kegundahan, dan tidak tenangnya jiwa. Aku sebagai salah satu orang yang merasakannya, sibuk untuk mencari jawaban atas ketenangan. Ya, apa daya. Nyatanya, sebuah teknologi, produk, jasa, yang ‘laku’ di pasaran adalah jasa, produk yang memberikan kemudahan untuk memuaskan nafsu-nafsu. Evagrius Ponticus, mendeskripsikan ini sebagai Logismoi atau tempting thoughts, yang biasa kita dengar sebagai seven deadly sins. Ambil contoh instagram — mengamplifikasi pride.

Selama sudah hampir satu tahun aku mempelajari stoika, atau, stoicism. Stoika adalah salah satu cabang filsafat yang aku rasa sangat praktis, sangat bisa untuk diaplikasikan dalam keseharian. Ketenangan kita yang semula mudah diganggu oleh sesuatu yang bersifat ‘fisik’ — ejekan teman, pukulan, caci maki, dstnya — sekarang teramplifikasi ke ranah metafisik — mempertanyakan keberadaan, bagian diri yang bisa dibanggakan, dst — sehingga stoika dirasa menjadi jawaban.

Selama satu tahun ini aku mempelajari akan bagaimana stoika bekerja, bagaiamana stoika dapat meningkatkan kepuasan dan ketenangan dalam hidup kita. Aku tidak akan menjelaskan apa itu stoika dan bagaimana stoika mendefinisikan hidup. Namun, ada sesuatu yang mendasar ternyata selama ini tidak terlihat namun kutemukan.

Secara simpel, stoika menjelaskan bahwa hidup yang ideal adalah untuk mencapai eudaimonia — kebahagiaan. Terdapat tiga konsep yang didefinisikan oleh stoika untuk mencapai eudaimonia, yang ada pada gambar.

3 konsep stoika untuk mencapai eudaiomonia

Salah satu konsep dari stoika (yang ada pada gambar ) adalah fokus kepada hal yang bisa kita kontrol saja, selebihnya tidak usah menjadi kekhawatiran. Secara singkat alur berpikir seorang stoika ada di gambar dibawah.

Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana kalau stoika hanya bisa dinikmati oleh kaum-kaum yang sudah mapan? bagaimana untuk hal yang diluar dari kendali kita adalah hal-hal yang sangat mendasar, yang selama ini penderitaannya dirasakan dan dimiliki oleh kaum marjinal? Selama ini stoika berretorika dari seseorang yang sudah memiliki kemapanan dalam kebutuhan dasar. Marcus aurelius pun, mencari eksistensi dirinya dalam posisi dia sebagai seorang raja.

Secara teori, kebutuhan seseorang dapat diklasifikasi menjadi tiga bagian: existence, relatedness, dan growth. Bagian paling mendasar adalah eksistensi, yaitu kebutuhan yang sangat mendasar seperti sandang pangan papan, kebutuhan finansial, dan lain-lain. Bagian kedua adalah relatedness kebutuhan kita untuk berinteraksidan bersosial, dan yang terakhir tentang aktualisasi diri.

Stoika hadir untuk menyelesaikan kegundahan dan kegelisahan metafisis, kegundahan dan masalah tentang eksistensi diri, tujuan hidup, dan seterusnya.

Namun, bagaimana dengan manusia yang memiliki kebutuhan yang jauh lebih mendasar dan menderita karenanya? apabila yang tidak bisa dikontrol adalah keberadaan makan hari ini, apakah stoika menjadi jawaban?

Salah satu cabang dari stoika adalah memento mori, atau mengingat kematian. Banyak stoika modern yang melakukan ‘latihan mental’ dengan menjauhkan diri dari kenikmatan dunia sehingga tidak mudah terlena seperti tidur di lantai, berpuasa, tidak menggunakan kendaraan pribadi, dan seterusnya.

Namun, bagaimana kalau semesta mengharuskan kita untuk‘latihan mental’ semenjak kita dilahirkan di dunia ini? bagaimana kalau latihan mental ini adalah asupan kita sehari-hari, dimana esensinya belum diketahui?

Bagaimana kalau stoika adalah sebuah kemewahan, priviledge, yang dimiliki oleh orang-orang yang sudah memenuhi kebutuhan dasarnya saja? bagaimana dengan manusia-manusia yang belum, atau tidak akan bisa mendapatkan itu?

Sebuah pertanyaan terbuka, aku harap aku dapat menuliskan jawaban dalam pencarian-pencarianku selanjutnya.

Add a comment

Related posts:

How Steve jobs able to build apple without writing single line of code?

Steve jobs has built apple company without writing single line of code. Here is the quick overview of how Steve jobs has built apple company.

Meet Dr. Akmal Makhdum

psychiatrist operating in Essex and Suffolk in England, U.K.

Why You Should Create An Outline Before Writing

Top bloggers like Bamidele Onibalusi, Neil Patel, and Carol Tice resort to outlines because of the time it saves them. Apart from making content creation a breeze, they also ramp up your flow and…